Minggu, 21 April 2013

Mention dalam Diary Terbuka


            Pagi tak bertuan, begitu aku menyebutnya. Karena bagiku pagi itu milik Tuhan. Dikaki bukit hijau dan di bawah awan mendung kota, mataku dibangunkan oleh sebentuk cahaya penuh berwarna. Dipayungi langit milik bumi lalu dihiasi pelangi, retina mataku ikut merona melihat sebentuk warna, kali ini bukan lagi hitam dan putih. Meskipun tetap saja keberadaannya karena gelap, gelap yang terbias cahaya selepas titik hujan. Sejuk saja rasanya, gelap dan warna menjadi satu pagi yang menakjubkan.
            Meskipun Venus, sang bintang timur tertutup mendung, pelangi ada sebagai ganti mengindahkan pagi. Ya, pengganti. Aku masih duduk di gubuk pagi milikku sendiri dengan secangkir kopi penghangat sepi. Walau rasanya masih saja dingin karena tiup angin yang berhembus seidkit menguasai seluruh lini. Tak ada mentari, yang ada hanya pagi seperti ini.
            Tumben saja tak ada garis-garis awan yang berseliweran. Lucunya, yang ada hanya garis-garis bimbang di dahiku. Rasanya terlihat sehitam kopi pagi. Bagaimana tidak, aku ini muda yang hamper selalu merasa berada ditengah tumpukan masalah. Sebenarnya bukan hanya muda, tapi juga manusia. Seandainya saja suaruku nantinya takkan menabuh jaunting penghuni di sini, seandainya saja aku hanya hidup sendiri, aku ingin sekali teriak dan menyalahkan apa saja yang bisa aku salahkan. Ya tapi apa boleh buat, aku tau diri. Aku takkan menjadi gaduh abgi orang lain setelah aku berhasil menjadi gaduh bagi diriku sendiri. Karena aku tahu rasanya pahit, sepahit kopi yang kucicip.
            Kulirik Tab disampingku, ada jendela browser yang terus saja memperbaharui garis waktunya. Meskipun karenanya mukaku kusut, tetap saja kupandangi tiap gerak perpindahan garis waktu . sederetan manusia menulis berbagai diary terbuka didalamnya, namanya twiter. Kemajuan teknologi nampaknya benar-benar mempermainkan akal. Semoga twitter dan sejenisnya itu tetap ada disaat kertas dan pena langka di dunia.
            Sesekali pantauanku menatap  deret dan baris huruf dari akun seseorang yang membuat mukaku tertekuk pagi ini. Tiap kicaunya benar-benar sampai ke hati, menyakiti.
            “Sekali @SulisTya ya tetap @SulisTya, understand? Begitu bunyi salah satunya. Ya, ini tak lebih hanya tentang mantan. Tipe manusia sumber sakit hati.
            Rasanya enggan bergalau ria di pagi buta. Kuputuskan untuk mematikan Tab kemudian setelahnya terdengar suara teriakan dari dalam rumah. Suara yang aku kenal tentunya.
            “Naya, cepat mandi sana, anak gadis kok jam segini belum mandi!” suara Ibu menghakimi. Kulihat jam di layar handphone, jam 9. Ah, ternyata bukan pagi buta, hanya pagi yang membuat aku buta suasana, rasa.
            Kuseret kaki sekuat tenaga menuju ‘ruang basah’. Kupikir kenapa ruangan seperti itu tak bisa menghilang saja sejenak ketiba liburan. Mandi menjadi momok pagi memalaskan disaat seperti ini.
            Saat semua urusan dengan ‘ruang basah’ dan seluruh celotehan cinta ibu telah terlaksana, tak ada yang lebih menggugah rasa dariapada duduk tanpa suara di depan Tab. Membuka kembali diary-diary terbuka manusia dalam maya, diary terbukaku juga. Pikiran-pikiran mencari celah untuk lepas. Kupersiapkan jemari diatas tombol-tobol qwerty, siap berkicau.
            “Kita bukanlah cinta yang mengalir sederhana, ternyata hanya dikte kata yang tak tereja sempurna.” Begitu aku menuliskannya.  Aneh terasa, entah apa hebatnya rasa sakit di hati hingga peluang kesempatan seluruh huruf untuk kususun menjadi kata lalu kalimat telah habis hanya untuk menulis dia, sang rasa sakit. Pernah juga aku  berharap dunia masih punya kasara lain hingga kosakata pun bertambah.
            Kusibukan diri dengan membaca artikel tentang universitas terbaik yang ada di Indonesia. Maklum saja, aku ini calon mahasisiwi yang tentu saja belum menjadi mahasiswi. Mereview seluruh fakultas yang ingin kujadikan jalan masa depanku 2 tahun lagi. Ditengah-tengah hingar binger kepalaku mencerna isi artikel, suara pemberitahuan twitter sedikit mengagetkanku. Ada mention.
            “@MsNaya BIcara pada tadir seperti bicara pada batu, ya? Tak pernah mengerti.” Begitu katanya. Kubaca kembali nama akun pemention itu. Atas nama @AngtaSa. Siapa, aku tak kenal makanya kuabaikan saja. Aku kembali membaca artikel yang tertunda tadi. Tapi tiba-tiba serangkaian kata ingin segera dikeluarkan dari sel-sel otak”
“Setiap aku mengais rindu pada tanah basah, aku menemukanmu meski sepertinya kau tak ingin ditemukan olehku (lagi).”
Ah, memang mantan adalah mimpi buruk di jalan menuju masa depan. Saat ini kupikiraku takkan bisa melupakan dia hingga nanti aku tiba-tiba amnesia. Baying-banyangnya saja tersa sangat terang sementara aku hanya titik-titik hitam. Aku masih saja meninta Tuhan mengulurkan tanganNya untuk mampu menjadikan kita kembali satu. Ya, jika tidak bisa kuharap Tuhan masih menyisahkan ‘aku’ untuk memulai baru.
Suara pemberitahuan dari twitter kembali berbunyi. Lagi-lagi @AngtaSa, entah manusia darimana “@MsNaya buat apa memikirkan masa lalu, mantanmu sudah digaris belakang nona. Kau itu di garis depan, hamper Finish!”
Aku tertawa sendiri membacanya. Memangnya siapa dia berani menebak-nebak arti tulisanku. Meskipun benar, aku benci tertebak. Tapi kata-kata si pemilik akun tadi mendapat tempat dipikiranku. Dia digaris belakang dan aku hamper finish. Tetap sajalah, tak semudah kata-kata hati melakukannya. Aku mengabaikan mention itu lagi.
Lelah juga berada didepan layar Tab selama lebih dari 1 jam. Aku memutuskan berhenti sejenak. Beginilah liburan dengan segala candu dunia maya. Mungkin rasanya akan lebih hampa tanpa mereka daripada tanpa pacar.
Hari Minggu pun berlalu dengan sisa-sisa kemalasan di dalamnya. Kubiarkan bantal-bantal empuk meninabobokan aku. Membiarkan teropong malam mencarikan bagiku mimpi indah kali ini. Biar pagi nanti membangunkan aku dalam rona berseri.
Sang fajar sudah ambil andil menhiasi pagi. Tinggi dan jauh dari mataku. Kulihat jam dari handphoneku, jam 8. Masih terlau pagi untuk liburan sepanjang ini. Yah, kisruh Ujian Nasional yang ditunda-tunda oleh Pak Menteri  membawa berkah tersendiri abagi orang seperti aku. Libur yang harusnya 4 hari, menjadi diperpanjang 5 hari. Apalagi itu namanya kalau bukan berkah. Ya berkah, diatas bencana bagi kakak-kakak kelasku.
Aku membuka akun twitterku, rutinitas yang tentunya selalu aku lakukan. Bangun tidur, lalu langsung mengecek mention-mention baru apa yang menyambutku kali ini. Kali ini, lagi-lagi dari orang yang tak tahu siapa itu.
“apa pagi ini kepala sudah terpelintir kebelakang dan tak bisa kembali? Nona, jangan terlalu sering menengok kebelakang, nanti yang didepang tak terlihat.
Asataga, kali ini dia semakin parah dan ngelunjak. Siapa sih dia beraninya menulis seperti itu. Bodoh sekali, twitter itu kan dunia maya. Ah, aku tersinggung sekali. Ku buka juga profilnya untuk pertama kali. Tidak menampilkan fotonya sendiri, kuputuskan dia adalah orang yang tidak PD. Followersnya sedikit, dan twetnya berisi hal-hal yang tentunya tidak penting bagiku. Hallah, mungkin dia orang baru yang ingin eksis di twitter. Aku yang ketiban sial.
Kuluapkan jengkel pagi ini. Kutekan tombol panggil dan mencari nama Gina, sahabatku, teman satu bangku, dan si pendengar tanpa protesku “eh Gin, baru bangun, ya?”
“Daritadi kali, Nay. Emang kayak kamu apa molor terus!” sanngah Gina dari seberang.
“Gin, masak ada orang yang aku tidak tahu siapa mention-mention aku gaje gitu. Sebel banget tau!” sosorku tanpa celah.
“Emang dia bilang apa sih, Nay? Sampai sejengkel itu, parah ya?”
“dia sok nasehati aku gini, lupain mantan kamu. Emnag kepalamu tidak terpelintir ke belakang gara-gara melihat masa la uterus. Hah, emang dia tau apa!” aku maraj-marah  dan Gina hanya tertawa cekikina dari seberang.
“Hahaha, tapi dia bener juga loh, Nay. Setuju banget tu sama yang mention kamu!”
Ucapan Gina bukannya membuat tenang malah membuat aku semakin geram. Pagi itu kami bercengkrama hingga lelah. Meskipun geram, Gina adalah sahabat terbaik yang aku punya. Kerelaannya mendengarkan selaksa cerita galauku bersama mantan adalah makanan tak sedap yang tak pernah dia protes. Ish, sebenarnya aku benci kata-kata mantan. Aku juga sering mengungkapkannya di depan Gina.
Satu minggu berlalau, tapi berlalunya sang waktu tak mau beriringan dengan berlalunya mention-mention dari manusia tak tau siapa. Dia menuliskan alasan-alasan kenapa aku harus segera melupakan manta, ah bukan melupakan tapi merelakan saja. Sebagian alasan yang dia utarakan tersa lucu kubaca, seperti “@MsNaya Nona, mantanmu itu bayangan yang ada karena sisi gelap dan terang. Dia sisi gelap dan kamu terang. Kamu inti, dia mimpi yang cukup dilewati.” Atu juga dia pernah menulis “@MsNaya Ada berapa pintu dirumahmu, nona? Bukan Cuma satu kan? Waktu pintu yang satu tertutup, kau lewat mana nona?”
Seperti itu, katanya sangat dalam dan menusuk hingga terasa runyam. Jujur saja aku mulai tertarik akan siapa pemilik akun ini. Dari Bio dan seluruh isi twitternya aku mengetahui bahwa dia seorang laki-laki, tapi siapa aku tetap tidak kenal. Kenapa dia harus menuturkan segala alasan itu padaku. Apa alasan yang dia punya?
Pernah sekali aku merespon segala kicauannya saat dia berkata “@MsNaya disuatu jalan, saat kau menemukan ujung yang memiliki cabang, apa nona akan memilih salah satunya atau hanya berhenti di jalan yang buntu? Padahal tak ada jalan yang buntu di dunia, yang ada hanya dibuntukan.”
Lalu aku membalasnya “Dibuntukan itu juga pilihan, sedangkan pilihan adalah terserah aku!”
Aku emosi, tapi juga tetap menunggu balasannya. Setiap hari aku menunggu apalagi yang akan dia tulis, aku tertarik entah karena apa. Pikiranku mulai teralih sejak ada mention-mention itu. Sial, entah apa ini. Kutunggu bunyi pemberitahuan. Kutunggu sekiranya balasan apa yang akan dating menyapa aku dan saat mentionnya tiba, segera aku melihat dan membacanya.
“@MsNaya hai-hati dengan ‘terserah aku’ karena di Dunia yang berlaku itu ‘terserah Tuhan’, Nona.”
Ya seperti itulah.Suatu hari aku curhat dengan Gina tentang apa yang aku rasa. Tentang mention yang selalu aku tunggu selama kurang lebih satu minggu ini. Yang kudapati, Gina hanya tertawa terbahak-bahak jungkir balik diatas kasurnya sendiri.
“Gin, kok ketawa sih, aku serius! Setelah aku pikir, yang dia bilang semuanya itu benar. Dia pernah bilang gini juga ‘ketika malam jadi pagi, siang sore lalu kembali kepada malam, tapi tetap bukan malam yang sama kan, nona.’ Dalem banget kan Gin, maksud dia itu kayaknya kenapa tidak membiarkan roda berputar saja. Sampai nanti kita bisa menemukan malam yang akan selalu kembali dan kita anggap sama, indah.” Ucapku panjang lebar dengan segala gaya tangan dan kepala. Lagi lagi Gina hanya tertawa.
“Bagus kalau gitu, Nay. Berarti kamu udah bisa lupain mantan kamu itu, kan. Hahahah, aku ke kamar mandi dulu ya, kebelet pipis ni kebanyakan ketawa.” Ujar Gina meninggalkan aku yang hanya melongo melihat dia pergi.
“kulihat handphone Gina yang tergeletak menganggur. Sambil menunggu Gina, kuputuskan meminjam Handphone Gina untuk membuka twitter, siapa tahu ada mention mistirius itu lagi.
Namun sekitika aku terkejut melihat apa yang ada dihadapanku, apa yang aku baca. Antara kecewa, bodoh, dungu, tolol, idiot, dan sebagainya. Gina muncul tiba-tiba, ikut terkejut.
“Nay, bisa pinjem HP nya sebentar kan?” kata Gina sambil cengar-cengir.
“Ini maksudnya apa, Gin?” kuperlihatkan akun twitter @AngtaSa yang telah terloggin di HP Gina. Aku shock berat.
“Duh Nay, aku bisa jelasin kok! Jangan marah ya, Nay.” Muka Gina mulai gugup. Aku masih diam, terkejut.
“Nay, aku Cuma gak mau lihat sahabat aku sedih terus gara-gara mantannya. Aku Cuma gak pingin kamu galau terus. Aku pikir, mungkin kalau pakai cara ini berhasil karena kamu suka main twitter. Dan ternyata berhasil, pikiran kamu teralih. Jadi, aku lanjutin karena kamu terlihat senang dan gak sedih karena inget mantan kamu itu.”
Aku masih saja tak terima. Aku pergi meninggalkan kamar Gina. Kenapa Gina tega seperti ini. Aku berpikir seharian di rumah. Memang, sejak ada akun @AngtaSa aku sudah tak pernah memikirkan mantanku itu lagi. Tapi tidak begini caranya. Ini salah. Seharian aku hanya dia dalam kamar, berpikir. Gina menlepon beberapa kali, tapi ku abaikan saja. Aku merasa bersalah juga pada Gina. Aku tahu kasud Gina baik. Dia satu-satunya sahabat terbaik yang pernah aku punya. Aku memutuskan ke rumah Gina dan menyelesaikan masalah ini.
“Nay, sumpah maaf!”
“Jahat banget sih, Gin. Emang aku bisa lupain mantanku sejak ada akun gilamu itu, tapi aku jadi keinget terus sama si @AngtaSa palsu kamu itu. Terus ini gimana?” kataku mencibir diri sendiri.
“Astaga nay, maaf. Tapi kan lebih baik susah melupakan yang mayadan tak terlihat daripada melupakan yang nyata dan terus terlihat.” Ucap Gina.
Gina benar, dan aku pikri Gina hampir selalu benar. Mungkin akan lebih mudah melupakan si @AngtaSa daripada kemarin lalu saat aku berusaha keras merelakan mantanku bersama orang lain. Setelah ini, aku kan melewati hari-hari dengan tersenyum geli atas kejadian hari ini, tak seperti kemarin saat aku melupakan si dia dengan selaksa air mata. Ya, Gina benar. Sekarang terasa lebih baik.
“lau sekarang bagaimana, Gin? Tanyaku sambil tersenyum kearahnya.
“Cari yang baruuu!” ucap kami berdua seraya tertawa bersama. Dia selamanya sahabat terbaikku.
END
Jumat, 19 April 2013 pukul 18.13 (hari UN Matematika)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog. Copyrights 2011.