Bising telah menjadi
santapan manis bagi setiap dinding-dinding yang aku lewati, karena memang
begitu seharusnya. Hentakan sneakers yang kukenakan hanya bagian kecil suara
yang bahkan belum pula menjadi hidangan penutup bagi restauran cepat saji
seperti ini. Setiap pengunjung memegang kata-katanya sendiri untuk diberikan
kepada orang lain, sedang aku hanya datang sendiri. Entah, hanya saja terlalu
suntuk makan ditempat sepi. Manusia kadang butuh tempat ramai, dan aku manusia.
Kulihat ada tempat
lengang di sudut restaurant. Sebuah meja sepaket dengan dua buah kursi kurasa
tak ada masalah. Saat Niki merekomendasikan tempat ini padaku, aku tidak
terlalu yakin tapi setelah ini rasanya aku akan berterimakasih. Bukan tempat
yang buruk untuk wanita yang ditinggal berpergian kekasihnya. Ramai, dan
dilengkapi dengan piano beserta pemain musik.
"permisi, ingin
pesan apa, nona?" seorang waitres sedikit mengagetkanku.
"lemon tea
1." aku selalu memesan ini namun biasanya 2.
Pianis tadi mulai
memainkan lagunya. Jelas kudengar tuts piano itu memainkan sebuah lagu milik
anjie drive-kekasih terhebat, tembang kuno namun tak pernah lagi asing bagiku
sejak Michael menyanyikannya dihari dia merubah statusku menjadi kekasihnya.
Tiap-tiap alunan lagu itu membuat aku ingin
sekali menarik Michael dari tempat kerjanya dan duduk dihadapanku sekarang. Dia
membatalkan janjinya padaku untuk bertemu keluarganya karena loyalitasnya pada
pekerjaan. Yah, karena itu pula Niki menyarankanku untuk menetralkan pikiran
disini.
"maaf, ini
pesanannya, nona." waiters tadi datang dengan minuman diatas nampan yang
ia genggam. Aku tidak terlalu menghiraukannya. Daun-daun telingaku masih
menyergap tiap lantunan bait yang dinyanyikan sang pianis sambil meneguk
sidikit minuman yang baru saja sampai.
"oke, karena ini
malam yang special maka kami mempersilahkan jika ada para tamu yang ingin
mempersembahkan satu lagu dan satu yang beruntung akan mendapatkan sebuah kupo
menarik dari kami." pengumuman itu menarik seluruh perhatian yang dimiliki
semua tamu di tempat ini. Salah seorang tamu laki-laki mengacungkan jari dan
menawarkan diri menjadi peserta pertama. Menyanyikan sebuah lagu untuk
kekasihnya. Aku hanya tertawa dibangkuku. Membayangkan Michael yang berdiri di
podium itu. Cukup lama aku duduk terdiam, minumanku hampir habis.
"waktunya
pulang." perintahku pada diri sendiri.
Tepat setelah
kuhentakan kakiku tuk beranjak, sebuah suara menghentikanku "nona yang
diujung sana, apa anda tak ingin menyumbangkan sebuah lagu sebelum pergi?"
aku terdiam, heran. Aku memang suka
bernyanyi, terakhir kulakukan adalah bersama Michael di tempat karauke
kantornya. Riuh suara tamu bertepuk tangan, mempersilahkanku menjadi
sukarelawan penghibur mereka. Baik, apa salahnya aku bernyanyi sebentar.
"oke, dengan nona
siapa?" tanya pianis tadi.
"Alexandra"
jawabku singkat
"nona Alex,
izinkan saya mengiringi anda menyanyikan lagu yang anda inginkan."
"rio
febrian-firasat" tepat saat aku mengucapakan judul itu, iringan piano
memainkan iramanya, dan aku bernyanyi. Begitulah beberapa menit berlalu. Aku
dengan lagu yang mewakili aku.
"waw, lagu yang
sangat menyentuh dan saya rasa semua yang disini juga setuju. Oleh karena itu,
selamat anda mendapatkan kupon pembukaan restoran cabang kami!"
---------------
Jalanan padat pengguna.
Jam bagi para pekerja keras untuk kembali kepemberhentiannya. Aku dan Niki
memutuskan pulang dengan busway, tanpa macet, tanpa hambatan. Peluh semu
membanjiri dahi berkerut para manusia yang telah lengkap dengan pakaian kantor,
begitu juga denganku dan Nikita temanku. Bekerja sebagai pengatur keuangan bagi
sebuah instansi bukanlah masalah besar bagiku, karena untuk itulah aku kuliah 4
tahun. Namun naasnya, keunganku sendiri begitu licin untuk kutata dengan rapi.
Mungkin juga akibat idiologiku "my way, ma rules", aku sering
menertawakan itu dengan Michael. Ini akhir bulan, dan itu masih saja menjadi
bencana besar meski telah berpenghasilan tetap.
Aku teringat akan kupon
yang kudapat 3 hari lalu. Sebuah kupon masuk pembukaan restaurant cabang yang
akan diadakan malam ini. Makan gratis diakhir bulan memang berkah yang tak
selalu ada seperti saat kita gajian, apa salahnya.
Tempat itu sudah mulai
ramai. Beberapa tamu undangan memadati tiap tempat yang disediakan.
Makanan-makanan mulai digiring oleh para pramusaji ketempat pemesannya.
Tampaknya ini bukan restaurant biasa, begitu kukira. Aku duduk di sebuah bangku
tepat di depan sebuah panggung. Seorang pelayan datang dan aku memesan minuman,
seperti biasa.
"selamat malam
saya ucapkan untuk para tamu, selamat datang di restaurant baru kami dan semoga
kalian menikmati." begitu kata wanita paruh baya yang kutebak adalah
pemilik tempat ini.
Kunikmati minuman yang
telah diantarkan oleh pramusaji. Menikmati setiap sesapan lemon tea kesukaanku
dan setiap sendu para pecandu rindu. Hingar biangarnya acara ini tak terlalu
berpengaruh banyak terhadap suasana hatiku. Perasaan kecewa terus ingin menjadi
prioritas utama.
Tiba-tiba suara parau
itu mengagetkanku "selamat malam."
"oh, selamat
malam." balasku sembari tersenyum.
"bagaimana
hidangan dan suasana disini?" tanya wanita paruh baya yang tadi berbicara
di podium.
"enak dan nyaman.
Saya pikir restaurant ini akan ramai nantinya." ucapaku basa-basi.
"boleh saya duduk
di sini?"
"tentu saja, bu.
Akan lebih baik punya teman berbicara di malam seperti ini." meskipun agak
rikuh, tapi memang lebih baik duduk dan mempunyai teman ngobrol daripada
menyaksikan orang-orang mengobrol yang kaupun takkan pernah tau mungkin yang
mereka bicarakan adalah kamu.
"perkenalkan saya Amanda
pemilik restaurant ini." ucapnya membuka dan mengulurkan tangan.
"saya Alexandra,
panggil saja Alex." aku membalas uluran tangannya.
"saya dengar, anda
yang mendapat kupon itu ya? Pianis di restauran tempat anda makan waktu itu
adalah anak saya."
"ah benar, tolong
sampaikan terimakasih saya padanya, Bu. Saya sangat beruntung bisa ada di
pembukaan restauran yang nyaman seperti ini." kataku begitu bersemangat.
Kami mengobrol banyak hal. Mulai dari hal-hal umum tentang wanita, pekerjaan,
hobby, dan semua isi pikiran kami malam itu.
-------------
waktupun kembali
mengambil tiap kepingan malam dan pagi menjelang. Banyak hal datang untuk
berlalu, dan berlalu untuk kembali datang. Seperti itulah tiap detaknya
mengajari kita tentang hidup. Meski kadang saat ia berhenti kemudian menjadi
serupa mimpi berwarna, kadang kupikir mimpi sendiri tak pernah lebih indah
daripada kenyataan. Seperti hari ini, Michael pulang dari segala loyalitas pada
pekerjaannya. Kembali pada aku yang ia sebut janji setianya.
Tak banyak hal yang
kusesali dalam hidup ini, kecuali hari ini saat aku tak bisa menjemput Michael
di bandara meskipun sangat merindukannya. Pekerjaan-pekerjaan ini menempatkanku
seperti babysister, ia merengek dan habislah aku jika tidak segera
membereskannya. Akhirnya kuputuskan saja mengirim pesan singkat pada Michael,
namun handponeku berbunyi lebih dahulu.
"sayang, sepulang
kerja di restaurant biasa ya. Aku tunggu. Keep spirit, Dear. Love you."
begitu rinciannya dan setia ku eja kembali, sebentuk senyum tertarik dikedua
sudut bibirku. Singkat yang menghilangkan panjangnya kekecewaan kemarin.
Kubalas singkat pesan
tadi "see you, Dear."
Kurasakan waktu terlalu
lambat berjalan, tak seperti biasa. Pergerakan-pergerakannya membuatku gusar,
terlebih saat seharusnya pekerjaan ini sudah selesai kemudian harus tertunda
beberapa menit karena ada kesalahan data. Niki kubiarkan pulang terlebih
dahulu, kemudian aku memutuskan menggunakan taxi saja ke restaurant itu.
Letaknya memang tak terlalu jauh hanya sepuluh menit dari kantor, aku bersyukur
untuk itu. Bisa kulihat Michael dibalik jendela restaurant. Duduk sendiri
menunggu aku. Kupercepat langkahku.
"hei, gimana
kerjaannya, ada masalah hingga aku harus sedikit menunggu kedatangan seorang
putri." sapa Michael dengan senyum mengejek dan aku rindu senyum itu.
"lupakan sajalah,
aku benci gangguan-gangguan data itu!" keluhku.
"seperti biasa
rupanya." lalu tawa kami mencairkan suasana.
Kuperhatikan
sekelilingku. Serasa ada yang aneh, seorang di podium atas sana aku pernah
melihatnya. Ya, pianis yang menganugrahkanku kupon makan gratis 4 hari yang
lalu. Ah, mungkin dia memang bekerja dibanyak tempat. Tapi tunggu, ibu yang
menyender di meja kasir, apa ibu Amanda juga yang mempunyai restaurant ini dan
yang duduk dibalik piano itu adalah anaknya.
"apa mereka selalu
ada dimana-mana?" batinku.
"Alex,
kenapa?" tanya Michael. Kupikir dia menyadari air mukaku yang kebingungan
atau lebih tepatnya mencurigai sesuatu.
"eh, aneh saja.
Laki-laki pianis di depan itu aku pernah melihatnya. Dan ibu yang sedang
menyender di meja kasir itu, aku baru bertemu dia kemarin malam di acara
pembukaan restaurant barunya. Apa mungkin dia pemilik restaurant ini
juga?" jelasku seperti seorang detektif dengan segala analisisnya. Michael
hanya tersenyum kecil, hampir tertawa sepertinya.
"Alex, bagaimana
rasanya menyanyi di depan banyak orang?" pertanyaan Michael membuat aku
terkejut.
"what you mean, Michael?"
kali ini mukaku keheranan setengah mati.
"menurutmu, ibu
yang bersender di meja kasir itu ramah tidak?"
"kau berhutang
banyak penjelasan untuk ini, Michael!" gertakanku hanya merubah senyum
kecilnya menjadi sedikit tawa tertahan.
"Alex, ibu yang
bersender itu adalah ibuku dan pianis itu adalah adikku Daniel." penjelasan
Michael benar-benar membuatku linglung "tunggu dulu, maksudmu apa?"
"waktu itu aku
membatalkan janji untuk pergi bersamamu ke rumah orang tuaku, tapi sebenarnya
aku tidak benar-benar membatalkannya." aku hanya terdiam, lalu Michael
melanjutkan penjelasannya.
"Daniel senang
sekali bermain piano, saat kuberitahu kau pintar bernyanyi ia tidak percaya.
Makanya hari itu kau maju bernyanyi di restauran itu. Lagu yang romantis
kudengar, Daniel suka suaramu. Kurasa dia takkan keberatan punya kakak ipar
sepertimu." ucapan terakhir Michael membuat aku tercengang, tapi aku takut
berkesimpulan.
"ibu bilang kau
orangnya enak diajak bicara, manis."
"Michael?"
kataku memotong tapi ia hanya mengangkat tangannya. Samar ku dengar pianis di
depan itu memainkan ritmenya. Menyanyikan lagu yang setelah kuperhatikan adalah
milik bruno mars-rest of my life. Aku masih berkutat dengan analisis-analisis
konyolku. Mencoba menyimpulkan tapi sebenarnya tak begitu berani. Lantunan
lirik yang sedikit kutahu membuat aku berspekulasi sedikit berlebihan.
As
I stand here before my woman
I
can't fight back the tears in my eyes
Oh
how could I be so lucky
I
must've done something right
And
I promise to love her for the rest of my life
"Alex?" suara
Michael membuyarkan lamunanku.
"will you marrie
me?"
END
0 komentar:
Posting Komentar