Kamis, 06 Juni 2013

Tiga Pertemuan

Bising telah menjadi santapan manis bagi setiap dinding-dinding yang aku lewati, karena memang begitu seharusnya. Hentakan sneakers yang kukenakan hanya bagian kecil suara yang bahkan belum pula menjadi hidangan penutup bagi restauran cepat saji seperti ini. Setiap pengunjung memegang kata-katanya sendiri untuk diberikan kepada orang lain, sedang aku hanya datang sendiri. Entah, hanya saja terlalu suntuk makan ditempat sepi. Manusia kadang butuh tempat ramai, dan aku manusia.
Kulihat ada tempat lengang di sudut restaurant. Sebuah meja sepaket dengan dua buah kursi kurasa tak ada masalah. Saat Niki merekomendasikan tempat ini padaku, aku tidak terlalu yakin tapi setelah ini rasanya aku akan berterimakasih. Bukan tempat yang buruk untuk wanita yang ditinggal berpergian kekasihnya. Ramai, dan dilengkapi dengan piano beserta pemain musik.
"permisi, ingin pesan apa, nona?" seorang waitres sedikit mengagetkanku.
"lemon tea 1." aku selalu memesan ini namun biasanya 2.



Pianis tadi mulai memainkan lagunya. Jelas kudengar tuts piano itu memainkan sebuah lagu milik anjie drive-kekasih terhebat, tembang kuno namun tak pernah lagi asing bagiku sejak Michael menyanyikannya dihari dia merubah statusku menjadi kekasihnya.
Tiap-tiap alunan lagu itu membuat aku ingin sekali menarik Michael dari tempat kerjanya dan duduk dihadapanku sekarang. Dia membatalkan janjinya padaku untuk bertemu keluarganya karena loyalitasnya pada pekerjaan. Yah, karena itu pula Niki menyarankanku untuk menetralkan pikiran disini.
"maaf, ini pesanannya, nona." waiters tadi datang dengan minuman diatas nampan yang ia genggam. Aku tidak terlalu menghiraukannya. Daun-daun telingaku masih menyergap tiap lantunan bait yang dinyanyikan sang pianis sambil meneguk sidikit minuman yang baru saja sampai.
"oke, karena ini malam yang special maka kami mempersilahkan jika ada para tamu yang ingin mempersembahkan satu lagu dan satu yang beruntung akan mendapatkan sebuah kupo menarik dari kami." pengumuman itu menarik seluruh perhatian yang dimiliki semua tamu di tempat ini. Salah seorang tamu laki-laki mengacungkan jari dan menawarkan diri menjadi peserta pertama. Menyanyikan sebuah lagu untuk kekasihnya. Aku hanya tertawa dibangkuku. Membayangkan Michael yang berdiri di podium itu. Cukup lama aku duduk terdiam, minumanku hampir habis.
"waktunya pulang." perintahku pada diri sendiri.
Tepat setelah kuhentakan kakiku tuk beranjak, sebuah suara menghentikanku "nona yang diujung sana, apa anda tak ingin menyumbangkan sebuah lagu sebelum pergi?"
aku terdiam, heran. Aku memang suka bernyanyi, terakhir kulakukan adalah bersama Michael di tempat karauke kantornya. Riuh suara tamu bertepuk tangan, mempersilahkanku menjadi sukarelawan penghibur mereka. Baik, apa salahnya aku bernyanyi sebentar.
"oke, dengan nona siapa?" tanya pianis tadi.
"Alexandra" jawabku singkat
"nona Alex, izinkan saya mengiringi anda menyanyikan lagu yang anda inginkan."
"rio febrian-firasat" tepat saat aku mengucapakan judul itu, iringan piano memainkan iramanya, dan aku bernyanyi. Begitulah beberapa menit berlalu. Aku dengan lagu yang mewakili aku.
"waw, lagu yang sangat menyentuh dan saya rasa semua yang disini juga setuju. Oleh karena itu, selamat anda mendapatkan kupon pembukaan restoran cabang kami!"
---------------
Jalanan padat pengguna. Jam bagi para pekerja keras untuk kembali kepemberhentiannya. Aku dan Niki memutuskan pulang dengan busway, tanpa macet, tanpa hambatan. Peluh semu membanjiri dahi berkerut para manusia yang telah lengkap dengan pakaian kantor, begitu juga denganku dan Nikita temanku. Bekerja sebagai pengatur keuangan bagi sebuah instansi bukanlah masalah besar bagiku, karena untuk itulah aku kuliah 4 tahun. Namun naasnya, keunganku sendiri begitu licin untuk kutata dengan rapi. Mungkin juga akibat idiologiku "my way, ma rules", aku sering menertawakan itu dengan Michael. Ini akhir bulan, dan itu masih saja menjadi bencana besar meski telah berpenghasilan tetap.
Aku teringat akan kupon yang kudapat 3 hari lalu. Sebuah kupon masuk pembukaan restaurant cabang yang akan diadakan malam ini. Makan gratis diakhir bulan memang berkah yang tak selalu ada seperti saat kita gajian, apa salahnya.
Tempat itu sudah mulai ramai. Beberapa tamu undangan memadati tiap tempat yang disediakan. Makanan-makanan mulai digiring oleh para pramusaji ketempat pemesannya. Tampaknya ini bukan restaurant biasa, begitu kukira. Aku duduk di sebuah bangku tepat di depan sebuah panggung. Seorang pelayan datang dan aku memesan minuman, seperti biasa.
"selamat malam saya ucapkan untuk para tamu, selamat datang di restaurant baru kami dan semoga kalian menikmati." begitu kata wanita paruh baya yang kutebak adalah pemilik tempat ini.
Kunikmati minuman yang telah diantarkan oleh pramusaji. Menikmati setiap sesapan lemon tea kesukaanku dan setiap sendu para pecandu rindu. Hingar biangarnya acara ini tak terlalu berpengaruh banyak terhadap suasana hatiku. Perasaan kecewa terus ingin menjadi prioritas utama.
Tiba-tiba suara parau itu mengagetkanku "selamat malam."
"oh, selamat malam." balasku sembari tersenyum.
"bagaimana hidangan dan suasana disini?" tanya wanita paruh baya yang tadi berbicara di podium.
"enak dan nyaman. Saya pikir restaurant ini akan ramai nantinya." ucapaku basa-basi.
"boleh saya duduk di sini?"
"tentu saja, bu. Akan lebih baik punya teman berbicara di malam seperti ini." meskipun agak rikuh, tapi memang lebih baik duduk dan mempunyai teman ngobrol daripada menyaksikan orang-orang mengobrol yang kaupun takkan pernah tau mungkin yang mereka bicarakan adalah kamu.
"perkenalkan saya Amanda pemilik restaurant ini." ucapnya membuka dan mengulurkan tangan.
"saya Alexandra, panggil saja Alex." aku membalas uluran tangannya.
"saya dengar, anda yang mendapat kupon itu ya? Pianis di restauran tempat anda makan waktu itu adalah anak saya."
"ah benar, tolong sampaikan terimakasih saya padanya, Bu. Saya sangat beruntung bisa ada di pembukaan restauran yang nyaman seperti ini." kataku begitu bersemangat. Kami mengobrol banyak hal. Mulai dari hal-hal umum tentang wanita, pekerjaan, hobby, dan semua isi pikiran kami malam itu.
-------------
waktupun kembali mengambil tiap kepingan malam dan pagi menjelang. Banyak hal datang untuk berlalu, dan berlalu untuk kembali datang. Seperti itulah tiap detaknya mengajari kita tentang hidup. Meski kadang saat ia berhenti kemudian menjadi serupa mimpi berwarna, kadang kupikir mimpi sendiri tak pernah lebih indah daripada kenyataan. Seperti hari ini, Michael pulang dari segala loyalitas pada pekerjaannya. Kembali pada aku yang ia sebut janji setianya.
Tak banyak hal yang kusesali dalam hidup ini, kecuali hari ini saat aku tak bisa menjemput Michael di bandara meskipun sangat merindukannya. Pekerjaan-pekerjaan ini menempatkanku seperti babysister, ia merengek dan habislah aku jika tidak segera membereskannya. Akhirnya kuputuskan saja mengirim pesan singkat pada Michael, namun handponeku berbunyi lebih dahulu.
"sayang, sepulang kerja di restaurant biasa ya. Aku tunggu. Keep spirit, Dear. Love you." begitu rinciannya dan setia ku eja kembali, sebentuk senyum tertarik dikedua sudut bibirku. Singkat yang menghilangkan panjangnya kekecewaan kemarin.
Kubalas singkat pesan tadi "see you, Dear."
Kurasakan waktu terlalu lambat berjalan, tak seperti biasa. Pergerakan-pergerakannya membuatku gusar, terlebih saat seharusnya pekerjaan ini sudah selesai kemudian harus tertunda beberapa menit karena ada kesalahan data. Niki kubiarkan pulang terlebih dahulu, kemudian aku memutuskan menggunakan taxi saja ke restaurant itu. Letaknya memang tak terlalu jauh hanya sepuluh menit dari kantor, aku bersyukur untuk itu. Bisa kulihat Michael dibalik jendela restaurant. Duduk sendiri menunggu aku. Kupercepat langkahku.
"hei, gimana kerjaannya, ada masalah hingga aku harus sedikit menunggu kedatangan seorang putri." sapa Michael dengan senyum mengejek dan aku rindu senyum itu.
"lupakan sajalah, aku benci gangguan-gangguan data itu!" keluhku.
"seperti biasa rupanya." lalu tawa kami mencairkan suasana.
Kuperhatikan sekelilingku. Serasa ada yang aneh, seorang di podium atas sana aku pernah melihatnya. Ya, pianis yang menganugrahkanku kupon makan gratis 4 hari yang lalu. Ah, mungkin dia memang bekerja dibanyak tempat. Tapi tunggu, ibu yang menyender di meja kasir, apa ibu Amanda juga yang mempunyai restaurant ini dan yang duduk dibalik piano itu adalah anaknya.
"apa mereka selalu ada dimana-mana?" batinku.
"Alex, kenapa?" tanya Michael. Kupikir dia menyadari air mukaku yang kebingungan atau lebih tepatnya mencurigai sesuatu.
"eh, aneh saja. Laki-laki pianis di depan itu aku pernah melihatnya. Dan ibu yang sedang menyender di meja kasir itu, aku baru bertemu dia kemarin malam di acara pembukaan restaurant barunya. Apa mungkin dia pemilik restaurant ini juga?" jelasku seperti seorang detektif dengan segala analisisnya. Michael hanya tersenyum kecil, hampir tertawa sepertinya.
"Alex, bagaimana rasanya menyanyi di depan banyak orang?" pertanyaan Michael membuat aku terkejut.
"what you mean, Michael?" kali ini mukaku keheranan setengah mati.
"menurutmu, ibu yang bersender di meja kasir itu ramah tidak?"
"kau berhutang banyak penjelasan untuk ini, Michael!" gertakanku hanya merubah senyum kecilnya menjadi sedikit tawa tertahan.
"Alex, ibu yang bersender itu adalah ibuku dan pianis itu adalah adikku Daniel." penjelasan Michael benar-benar membuatku linglung "tunggu dulu, maksudmu apa?"
"waktu itu aku membatalkan janji untuk pergi bersamamu ke rumah orang tuaku, tapi sebenarnya aku tidak benar-benar membatalkannya." aku hanya terdiam, lalu Michael melanjutkan penjelasannya.
"Daniel senang sekali bermain piano, saat kuberitahu kau pintar bernyanyi ia tidak percaya. Makanya hari itu kau maju bernyanyi di restauran itu. Lagu yang romantis kudengar, Daniel suka suaramu. Kurasa dia takkan keberatan punya kakak ipar sepertimu." ucapan terakhir Michael membuat aku tercengang, tapi aku takut berkesimpulan.
"ibu bilang kau orangnya enak diajak bicara, manis."
"Michael?" kataku memotong tapi ia hanya mengangkat tangannya. Samar ku dengar pianis di depan itu memainkan ritmenya. Menyanyikan lagu yang setelah kuperhatikan adalah milik bruno mars-rest of my life. Aku masih berkutat dengan analisis-analisis konyolku. Mencoba menyimpulkan tapi sebenarnya tak begitu berani. Lantunan lirik yang sedikit kutahu membuat aku berspekulasi sedikit berlebihan.
As I stand here before my woman
I can't fight back the tears in my eyes
Oh how could I be so lucky
I must've done something right
And I promise to love her for the rest of my life
"Alex?" suara Michael membuyarkan lamunanku.
"will you marrie me?"
END

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog. Copyrights 2011.