Sabtu, 22 Juni 2013

Mantan Move On, Kita?

Yang namanya pacaran di Dunia ini itu cuma buat putus, putus karena menikah atau putus karena ‘berpisah’. Nah, yang sering kali jadi masalah itu adalah putus karena ‘berpisah’. Dengan maraknya jejaring social yang mengizinkan para penggunanya mengupdate rasa sesuka tangan yang mengetiknya, kita sering sekali menjadikan jejaring social itu sebagai diary terbuka. Putus dari pacar, pastilah status itu galau semua. Mantan berhasil move on sedangkan kita tidak, status itu pasti nyindir sinis semua (pengalaman pribadi juga sih, hehehe). Dengan seiring berjalannya waktu, dan gara-gara insomnia malam ini, writer sedikit merenungkan hal diatas tadi. Tentang kenapa kita harus stop nulis status nyindir sinis sepaket dengan galaunya saat mantan kita berhasil move on sedangkan kita tidak.
  1.  Di belakang sana kamu mungkin tidak tahu ada seseorang yang lagi nungguin cinta kamu, nah gara-gara liat status galau tingkat autis kamu dia bisa aja jadi mundur teratur. Nah, ini juga yang melatarbelakangi para jomblo buat menambah title di belakangnya jadi “Jomblo Akut”.

Sabtu, 08 Juni 2013

Cerpen: Tragedi

Gelapnya malam kembali datang, memenuhi panggilan di atas panggung Januari yang dalam perjalanan menuju akhir. Datangnya tiap semilir angin membawa selaksa penuh rasa kantuk bagi yang terkena, termasuk pada gadis dengan pakaian tidur Winnie De Pooh di sudut tempat tidurnya. Hidup dan segala aktifitasnya membuat malam dijadikan sandaran nyaman menguapkan lelah bagi para musafir Tuhan. Cukup lama gadis tadi hanya duduk dan membiarkan pikirannya pergi jauh bertualang, kemudian saat ia telah merasa cukup maka ia memutuskan untuk berbaring. Keheningan mulai menuntun ke dalam lelap yang hanya miliknya sendiri, disitu. Ia membiarkan dingin mengantarkannya ke dalam balik kelopak mata, kepada layar-layar terkembang miliknya dan malam.
                Pagi itu telah terlihat dua kaki yang menopang tubuh seorang gadis di depan bangunan besar bercat hijau tua, sama tuanya dengan bangunan itu. Sebuah perpustakaan ilmu milik manusia yang telah dipenuhi peminjam segala ruang di bumi. Manusia dengan segala rupa dan gaya, berjalan dengan siapa yang dia ingin, menjauhi siapa yang dia ingin. Gadis tadi hanya memindahkan tiap derik langkahnya sendiri, mendengar tiap dentuman suara telapak kaki siapa saja yang melewatinya. Bisingnya suara-suara hanya membuat ia seidikit memicingkan mata menajamkan segala indera, suara siapa, bicara apa.

Kamis, 06 Juni 2013

Tiga Pertemuan

Bising telah menjadi santapan manis bagi setiap dinding-dinding yang aku lewati, karena memang begitu seharusnya. Hentakan sneakers yang kukenakan hanya bagian kecil suara yang bahkan belum pula menjadi hidangan penutup bagi restauran cepat saji seperti ini. Setiap pengunjung memegang kata-katanya sendiri untuk diberikan kepada orang lain, sedang aku hanya datang sendiri. Entah, hanya saja terlalu suntuk makan ditempat sepi. Manusia kadang butuh tempat ramai, dan aku manusia.
Kulihat ada tempat lengang di sudut restaurant. Sebuah meja sepaket dengan dua buah kursi kurasa tak ada masalah. Saat Niki merekomendasikan tempat ini padaku, aku tidak terlalu yakin tapi setelah ini rasanya aku akan berterimakasih. Bukan tempat yang buruk untuk wanita yang ditinggal berpergian kekasihnya. Ramai, dan dilengkapi dengan piano beserta pemain musik.
"permisi, ingin pesan apa, nona?" seorang waitres sedikit mengagetkanku.
"lemon tea 1." aku selalu memesan ini namun biasanya 2.

Minggu, 21 April 2013

Mention dalam Diary Terbuka


            Pagi tak bertuan, begitu aku menyebutnya. Karena bagiku pagi itu milik Tuhan. Dikaki bukit hijau dan di bawah awan mendung kota, mataku dibangunkan oleh sebentuk cahaya penuh berwarna. Dipayungi langit milik bumi lalu dihiasi pelangi, retina mataku ikut merona melihat sebentuk warna, kali ini bukan lagi hitam dan putih. Meskipun tetap saja keberadaannya karena gelap, gelap yang terbias cahaya selepas titik hujan. Sejuk saja rasanya, gelap dan warna menjadi satu pagi yang menakjubkan.
            Meskipun Venus, sang bintang timur tertutup mendung, pelangi ada sebagai ganti mengindahkan pagi. Ya, pengganti. Aku masih duduk di gubuk pagi milikku sendiri dengan secangkir kopi penghangat sepi. Walau rasanya masih saja dingin karena tiup angin yang berhembus seidkit menguasai seluruh lini. Tak ada mentari, yang ada hanya pagi seperti ini.
            Tumben saja tak ada garis-garis awan yang berseliweran. Lucunya, yang ada hanya garis-garis bimbang di dahiku. Rasanya terlihat sehitam kopi pagi. Bagaimana tidak, aku ini muda yang hamper selalu merasa berada ditengah tumpukan masalah. Sebenarnya bukan hanya muda, tapi juga manusia. Seandainya saja suaruku nantinya takkan menabuh jaunting penghuni di sini, seandainya saja aku hanya hidup sendiri, aku ingin sekali teriak dan menyalahkan apa saja yang bisa aku salahkan. Ya tapi apa boleh buat, aku tau diri. Aku takkan menjadi gaduh abgi orang lain setelah aku berhasil menjadi gaduh bagi diriku sendiri. Karena aku tahu rasanya pahit, sepahit kopi yang kucicip.
            Kulirik Tab disampingku, ada jendela browser yang terus saja memperbaharui garis waktunya. Meskipun karenanya mukaku kusut, tetap saja kupandangi tiap gerak perpindahan garis waktu . sederetan manusia menulis berbagai diary terbuka didalamnya, namanya twiter. Kemajuan teknologi nampaknya benar-benar mempermainkan akal. Semoga twitter dan sejenisnya itu tetap ada disaat kertas dan pena langka di dunia.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog. Copyrights 2011.